![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj4h7VkJWCwF47JRis20lokmBrIDvFo-QJC_oUI17kFD-b1ahDAkBOg_9F-iKZFLNVWGS0K2olCve1hXWqITkpOUFdErXJHBZpY_jV3xGSsxPn0q_BpDciPDnf2887dFXa9mIArWMRNTIz5/s1600/8b25cb0a_o.jpeg)
Bagi yang lahir di tahun 80an atau 90an awal pasti mengerti betapa
indahnya bergerak kesana kesini untuk mencari teman bermain. Yang aktif,
yang ramah, itulah yang banyak teman. Sekarang? Bisalah kita nilai
sendiri kelakuan bocah-bocah hingga seumuran mahasiswa yang sukanya stalker Facebook untuk
menilai orang lain. Siapa bilang itu kemudahan? Siapapun bisa menjadi
apapun, tapi yang tau siapa kita sebenarnya hanya Tuhan dan paparan
kenyataan. Berhentilah menilai orang lain dan membicarakan orang lain
dibelakang hanya dengan mengetahui setengah-setengah tentang orang
tersebut. Siapa Anda? Tuhan? Sampai bisa berani menilai dan menggosip.
Ingin tau segalanya, ingin ikut campur untuk mencari bahan gosip ke
orang yang lain lagi. Tapi intinya sih, tak usahlah menilai-nilai orang
lain, bertemanlah dengan siapapun selagi kau masih bisa berteman. Peduli
apa orang itu memberi untung atau malah merugikanmu, berbuat baiklah
saja, maka hidupmu akan lebih tentram.
Kembali ke anak-anak yang lahir 90an. Kita selalu bisa bermain dengan
siapapun tanpa peduli siapa orang tersebut. Bergerak kesana kemari,
membangun ikatan manusia yang sesungguhnya. Tanpa perhitungan untung
rugi. Sekarang? Bisa jadi manusia merasa berada dalam keramaian karena
jejaring sosial, padahal disekitarnya tak ada siapapun yang menemani.
Bisa jadi pula merasa kebingungan dalam keramaian karena tidak memegang
gadget.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar